Dana Hibah Pilkada di Aceh Utara Mengubur Kepercayaan Publik

Nazaruddin Dosen Kebijakan Publik di Prodi Admnistrasi Publik, FISIP, Universitas Malikussaleh, sebagai pemateri masalah kebijakan, Senin, 21 April 2025. Foto/Ist.

Dana Hibah Pilkada di Aceh Utara Mengubur Kepercayaan Publik

Nazaruddin Dosen Kebijakan Publik di Prodi Admnistrasi Publik, FISIP, Universitas Malikussaleh, sebagai pemateri masalah kebijakan, Senin, 21 April 2025. Foto/Ist.

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp MediaKontras.ID

MediaKontras.id | Pemerhati masalah kebijakan Aceh Utara, Nazaruddin mengatakan sebagai daerah dengan indeks kemiskinan 14,36% (BPS tahun 2023—red) dan keterbatasan infrastruktur dasar memerlukan alokasi anggaran yang tepat sasaran.

Berkaitan dengan hal itu ada sejumlah dana hibah yang cukup signifikan mengalir ke tubuh instansi vertikal mencapai Rp7,3 miliar, oleh karenanya butuh transparansi kepada publik.

“Jadi, mengalirkan dana besar ke instansi vertikal yang notabene di bawah kendali pusat mengindikasikan salah prioritas, kecuali ada justifikasi konkrit bahwa hibah tersebut langsung menyasar kepentingan publik (misalnya proyek kesehatan, pendidikan atau pengentasan kemiskinan—red).” jelas Nazaruddin yang juga Dosen Kebijakan Publik di Prodi Admnistrasi Publik, FISIP, Universitas Malikussaleh, Senin, 21 April 2025.

Tanpa transparansi tujuan, kebijakan ini berisiko menjadi alat legitimasi politik pemimpin baru ini untuk membangun hubungan dengan kekuatan pusat.

Publik berhak mengetahui proses pengambilan keputusan. Apakah alokasi ini melalui musyawarah DPRK Aceh Utara atau cenderung bersifat instruktif?

Dampak nyata, bagaimana Pemkab mengukur keberhasilan hibah ini? Jika tidak ada indikator kinerja, jangan sampai kebijakan ini hanya menjadi “anggaran siluman” yang rentan disalahgunakan. Kebijakan ini berpotensi menciptakan preseden buruk di mana daerah mengalihkan APBK untuk “membiayai” instansi pusat, merusak sistem hubungan keuangan pusat-daerah.

“Jika dibiarkan, akan terjadi tumpang-tindih tanggung jawab fiskal dan mengaburkan akuntabilitas penggunaan uang rakyat.” sebutnya.

Pemkab Aceh Utara harus segera membuka data alokasi hibah, termasuk peruntukan, dasar hukum, dan mekanisme pengawasan.

“DPRK perlu menggelar publik hearing untuk menguji kesesuaian kebijakan ini dengan kebutuhan riil masyarakat.” pintanya

Jika hibah terbukti tidak berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan warga, Bupati bersama Wakil Bupati patut dipertanyakan komitmennya terhadap prinsip “urgensi lokal” dalam kepemimpinan baru mereka.

Kebijakan ini adalah ujian awal bagi Ismail A Jalil-Tarmizi, apakah mereka berpihak pada rakyat Aceh Utara atau terjebak dalam pragmatisme politik “berbaik-baik” dengan kekuatan Jakarta.

Jangan sampai dana hibah menjadi bumerang yang mengubur kepercayaan publik di awal masa jabatan.

“Kebijakan ini adalah tamparan bagi rakyat Aceh Utara yang masih berjuang memenuhi kebutuhan dasar,” ujarnya.

“Jika pemerintah daerah serius dengan janji ‘Asta Cita’, seharusnya mereka tidak menghamburkan uang rakyat untuk kepentingan politik sesaat, tetapi fokus pada pembangunan yang membumi dan berkeadilan.” tandasnya. [red]

Tag

error: Content is protected !!