Nasional, MediaKontras.id | Yayasan APEL Green Aceh mendesak Kepolisian dan Balai Gakkum Lingkungan Hidup menindak tegas aktivitas pembukaan lahan dan pembangunan liar di kawasan gambut Rawa Tripa. Lembaga ini menilai, maraknya deforestasi di kawasan tersebut menjadi ujian serius terhadap komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam menjaga kelestarian hutan dan ekosistem gambut nasional.
Selain pembukaan lahan, tim APEL Green Aceh juga menemukan adanya pembangunan liar berupa pondok, posko, serta struktur semi permanen yang berdiri tanpa izin di kawasan lindung gambut dan wilayah yang termasuk dalam Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB). Aktivitas ini dinilai memperparah degradasi ekosistem gambut serta membuka peluang konversi lahan secara ilegal. Ungkap Rahmad Syukur Direktur Apel Green Aceh.
Dari dokumentasi foto dan video yang dikumpulkan, tampak jelas penggunaan alat berat untuk meratakan lahan dan membuat jalur akses baru. Sejumlah titik menunjukkan indikasi pemanfaatan lahan secara permanen maupun semi permanen setelah pembukaan dilakukan. ”Kondisi ini berpotensi merusak fungsi hidrologi gambut, meningkatkan risiko kebakaran, mengancam habitat satwa, dan melanggar ketentuan perlindungan lingkungan hidup.” pungkasnya.

Yayasan APEL Green Aceh mendesak Kepolisian Resor Nagan Raya, Kapolda Aceh, serta Balai Gakkum Sumatra segera melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana lingkungan tersebut. Alat berat yang digunakan harus segera disegel dan disita sebagai barang bukti, sedangkan bangunan liar di lokasi perlu didata, ditandai, dan diproses hukum, termasuk pembongkaran jika terbukti berdiri tanpa izin.
Aparat penegak hukum juga diminta menelusuri keterlibatan pihak-pihak yang diduga bertanggung jawab, mulai dari pemilik alat berat, pemilik lahan, kontraktor, hingga pihak yang memerintahkan atau memfasilitasi kegiatan tersebut.
Selain penegakan hukum, APEL Green Aceh meminta pembentukan tim khusus untuk melakukan pemetaan cepat terhadap lokasi pembukaan lahan, titik pembangunan liar, jalur akses baru, serta luas area yang rusak. Data ini dinilai penting sebagai dasar penegakan hukum dan pemulihan ekosistem.
“Kerusakan di Rawa Tripa terus berulang. Kehadiran bangunan liar menandakan upaya permanenisasi yang harus segera dihentikan. Penegakan hukum harus cepat dan tegas agar tidak menjadi preseden bagi perusakan yang lebih luas,” tegas Rahmad syukur direktur Apel Green Aceh
Tim APEL Green Aceh telah mengumpulkan bukti berupa foto, video, serta koordinat lokasi untuk diserahkan kepada kepolisian dan Gakkum sebagai bahan pendukung dalam proses penyidikan.