TANGANYA begitu lihai dalam merajut tali nilon dengan berbekal sebuah jarum jahit, perawakan pria paruh baya berjenggot memakai kopiah coklat itu terpancar wajah optimis.
Pakaian yang dikenakan seadanya, duduk diatas sebuah becak (sepeda motor roda tiga—red) yang sudah dimodifikasi sebagai tempat menjalankan usahanya sebagai tukang sol.
Petang itu suasana sekitaran blok B Kota Langsa terlihat lengang, matanya sesekali melirik kearah warga yang berlalu-lalang, sambil menyapa, ia nya sesekali menawarkan jasanya pada yang melintas.
Upaya ia lakukan adalah bentuk ikhtiar, terkadang ada dan terkadang tidak pun membalas sapaan itu, yang seakan tak peduli akan sekelilingnya.
Sosok itu adalah Mahyidin, 50, warga Gampong Alue Beurawe, Kecamatan Langsa Kota, yang berprofesi sebagai tukang sol (penjahit—red) sepatu dan sendal yang menempati lapak di Jalan Pasar Ikan Blok B, Kota Langsa.
Profesi yang ia tekuni sejak tahun 2004 silam bukanlah waktu yang singkat, tapi sepanjang waktu itu pria paruh baya itu berjuang untuk menghidupi keluarga tercintanya dan sebagai pejuang keluarga yang sejati.
“Alhamdulilah dari pagi tadi hingga petang ini saya sudah dapat penghasilan Rp50 ribu, inilah rezeki halal yang saya dapatkan hari ini,” ungkap Mahyiddin kepada MediaKontras.id, Jumat, 7 Februari 2025, yang kerap disapa teman sejawatnya Wak Udin.
Wak Udin adalah sosok pria yang tak cengeng akan persoalan ekonomi, bahkan ia nya tak suka menerima bantuan apapun dari pihak mana atau dari pemerintah. Ia terlahir sebagai laki-laki tangguh dalam arungi kehidupan ini.
Sejak tahun 2004 silam dirinya sudah menempati lapak tersebut sebagai tukang sol di Blok B Kota Langsa sudah cukup kenyang akan pahit dan manisnya kehidupan ini makanya ketika ada aral melintang yang menghadang bagi dirinya dianggap sebagai asupan gizi menambah ketaqwaan bagi dirinya.
Sejak menggeluti usaha sebagai tukang sol sepatu yang setiap melakukan jahitan sepatu atau sendal pelanggan dengan harga Rp10 ribu hingga Rp15 ribu per pasangnya dirinya tetap optimis bahwa hari esok masih ada banyak rahmad dan rezeki yang diberikan oleh Allah.
Suami dari Ilawati, yang memiliki dua orang anak yaitu Faisal, Rifka Mutia, dalam berusaha tertancap sikap optimis akan sebuah usaha pasti menghasilkan rezeki dan jangan pernah mengharap bantuan apapun dari pihak manapun, alangkah indahnya tangan diatas daripada tangan dibawah.
“Soal ekonomi itu sudah biasa, pasang surut dalam mengumpulkan pundi-pundi rupiah hal biasa,” ucap Wak Udin sembari tersenyum ringan.
Memang sejak sebulan ini keadaan ekonomi di kota berjuluk kota terasi ini sedang tidak baik-baik saja, namun begitu kita tetap optimis untuk terus berupaya.
“Alhamdulillah apapun yang di dapat rezeki hari ini kita syukuri saja dan cukup untuk memberikan nafkah bagi anak dan istri dirumah, bahkan bisa menyekolahkan mereka,” tuturnya.
Wak Udin adalah pria hebat sebagai pejuang bagi keluarganya, hujan dan panas ia lalui untuk terus tegar diantara hiruk pikuknya kehidupan sosial di kota jasa itu demi mendapatkan rezeki yang berkah, beda dengan para pejabat yang mendapatkan rezeki banyak belum tentu berkah.[Rapian].