Independensi Pengawas Pemilu Aceh Taruhannya dalam Revisi UUPA
Banda Aceh, MediaKontras.id | Aktivis demokrasi Aceh, Sofyan, menilai usulan revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), khususnya Pasal 60, berpotensi melemahkan independensi lembaga pengawas pemilu. Pasal tersebut memberi kewenangan DPRA dan DPRK untuk mengusulkan anggota lembaga baru bernama Badan Pengawas Pemilihan Aceh.
Sofyan menyebutkan, pengalaman sebelumnya menunjukkan lembaga pengawas pemilu yang dipilih melalui mekanisme politik sering tersandera konflik kepentingan. Ia menyinggung Panwaslih Aceh yang gagal menindaklanjuti banyak kasus pelanggaran pilkada karena kuatnya tarik-menarik kepentingan politik.
“Penyelenggara pemilu seharusnya mandiri, sebagaimana amanat Pasal 22E UUD 1945. Jika DPRA dan DPRK diberi kewenangan penuh dalam seleksi, sulit membayangkan pengawas bisa bekerja objektif,” ujarnya, Minggu (21/9/2025).
Ia juga menyoroti Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh yang kerap tidak lepas dari intervensi politik lokal. Menurutnya, rekrutmen pengawas pemilu sebaiknya dikembalikan ke Bawaslu RI, sementara seleksi KIP Aceh dilakukan langsung oleh KPU RI dengan mekanisme nasional yang transparan.
Selain itu, Sofyan menekankan pentingnya keterbukaan publik dalam seluruh tahapan seleksi, penguatan mekanisme etik oleh DKPP, serta harmonisasi regulasi agar kekhususan Aceh benar-benar memperkuat demokrasi.
“Publik Aceh harus waspada. Rekrutmen pengawas dan penyelenggara pemilu wajib independen dan bebas dari konflik kepentingan. Jika tidak, demokrasi hanya akan menjadi panggung elitis yang jauh dari mandat rakyat,” tegasnya.
Ia menutup dengan peringatan bahwa Aceh membutuhkan pengawas pemilu yang benar-benar mandiri agar demokrasi tidak kembali rapuh, serta mampu melahirkan pemimpin berkualitas tanpa kompromi politik.