MediaKontras.id | Pagi itu, suasana di ruang kerja Wali Kota Lhokseumawe terasa berbeda. Bukan sekadar urusan administrasi pemerintahan, melainkan perjumpaan sunyi antara negara dan anak-anak yang kehilangan sandaran hidup paling awal orang tua mereka.
Sebanyak 204 anak yatim dari berbagai gampong di Kota Lhokseumawe kembali merasakan kehadiran negara melalui Program Anak Yatim Asuh Wali Kota, Selasa (23/12/2025). Bagi mereka, pencairan santunan ini bukan hanya soal angka di rekening, tetapi tentang rasa aman, keberlanjutan, dan pengakuan bahwa mereka tidak sendiri.
Program yang dipimpin langsung oleh Wali Kota Lhokseumawe, Dr. Sayuti Abu Bakar. telah berjalan konsisten sebagai bentuk tanggung jawab moral pemerintah terhadap anak-anak yang tumbuh tanpa pelukan ayah. Setiap bulan, masing-masing anak menerima Rp400.000, bantuan rutin yang menjadi penyangga kebutuhan pendidikan dan kehidupan sehari-hari mereka.
Dana tersebut bukan berasal dari APBD semata, melainkan dari infak masyarakat yang dihimpun dan dikelola secara amanah oleh Baitul Mal Kota Lhokseumawe. Proses pencairan dilakukan melalui Bank Aceh Syariah Cabang Lhokseumawe, memberi kepastian dan transparansi bagi para penerima.
Tahun 2025 menjadi tahun yang istimewa. Selain bantuan rutin, anak-anak yatim juga menerima santunan tambahan dari dana infak sebesar Rp500 juta. Dari alokasi tersebut, setiap anak memperoleh Rp2.450.000 untuk enam bulan sepanjang 2025 – sebuah nafas tambahan di tengah biaya hidup yang terus meningkat.
Yang membuat program ini istimewa bukan hanya jumlahnya, tetapi keadilannya. Dari 68 gampong di Kota Lhokseumawe, masing-masing gampong menetapkan tiga anak yatim, sehingga total penerima berjumlah 204 anak. Tidak ada yang diprioritaskan karena kedekatan, tidak ada yang tertinggal karena jauh dari pusat kota.
“Anak-anak yatim ini adalah anak asuh Pemerintah Kota Lhokseumawe,” ujar Wali Kota Sayuti dengan nada tegas namun hangat.
“Dana infak masyarakat kami titipkan kepada Baitul Mal agar dikelola secara merata dan berkelanjutan. Harapan kami, program ini tidak berhenti di masa kepemimpinan kami, tetapi terus hidup hingga pemerintahan berikutnya.”
Lebih dari sekadar kebijakan sosial, Program Anak Yatim Asuh menjadi jembatan antara empati masyarakat dan tanggung jawab negara. Kepala Diskominfo Kota Lhokseumawe, Taruna Putra Satya, menyebut program ini sebagai bukti bahwa dana umat dapat dikelola secara akuntabel dan berdampak nyata.
“Ini bukan sekadar bantuan, tapi ikhtiar bersama untuk menjaga masa depan anak-anak yatim agar tetap bersekolah, tetap bermimpi, dan tetap percaya pada kehadiran negara,” katanya.
Di balik setiap rekening yang terisi, ada cerita tentang seragam sekolah yang bisa dibeli, buku yang tak lagi ditunda, dan harapan kecil yang kembali menyala. Bagi 204 anak yatim itu, santunan ini adalah pesan sederhana namun mendalam mereka diingat, diperhatikan, dan disertai.
Dan di kota kecil di pesisir utara Aceh ini, humanisme tidak hanya diucapkan ia ditunaikan.






