JAM-Datun Ungkap Tiga Rezim Perampasan Aset dalam Hukum Indonesia

Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM-Datun) Kejaksaan RI, Prof (H.C) Dr R Narendra Jatna, S.H., LL.M.

JAM-Datun Ungkap Tiga Rezim Perampasan Aset dalam Hukum Indonesia

Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM-Datun) Kejaksaan RI, Prof (H.C) Dr R Narendra Jatna, S.H., LL.M.

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp MediaKontras.ID

MediaKontras.id |  Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM-Datun) Kejaksaan RI,  Narendra Jatna,  menjelaskan perampasan aset dalam upaya penegakan hukum di Indonesia memiliki tiga rezim yaitu pidana, administrasi, dan perdata.

“Secara doktrin, penting bagi kita untuk memahami bahwa perampasan aset tidak hanya terbatas pada rezim pidana,” ujar JAM-Datun saat memberikan kuliah umum di Fakultas Hukum Universiats Hasanuddin (FH Unhas),

 

Menurut JAM-Datun, perampasan aset pidana mencakup pelaksanaan sita eksekusi terhadap aset terpidana jika denda atau kerugian negara tidak dibayarkan. Sementara perampasan aset administratif kini menjadi objek gugatan tata usaha negara.

Rezim ketiga yaitu perampasan aset perdata dikenal sebagai Non-Conviction Based (NCB) Asset Forfeiture atau perampasan aset tanpa putusan pidana.

 

“Konsep Non-Conviction Based (NCB) Asset Forfeiture dalam rezim perdata adalah terobosan hukum yang fundamental untuk memastikan aset hasil kejahatan dapat direbut kembali oleh negara tanpa harus terikat pada proses pidana yang berlarut-larut,”jelas Prof. Narendra.

Pada bagian lain, JAM-Datun juga memberikan catatan kritis terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana. Dia menyoroti bahwa RUU tersebut berpotensi misleading dan Pasal 9 ke atas mengadopsi pendekatan Amerika Serikat dan Australia sebelum revisi yang dinilai berpotensi abusive.

 

RUU ini juga menggunakan teori pembuktian unexplained wealth (seharusnya untuk insentif pajak) alih-alih illicit enrichment, yang dikhawatirkan memiliki potensi penyalahgunaan.

 

Menutup kuliah umumnya, Prof. Narendra menegaskan peran sentral Kejaksaan dalam pemulihan aset melalui fungsi Sita Eksekusi sebagai lembaga sentral pelaksana putusan, peran Jaksa Pengacara Negara yang mewakili Negara dalam gugatan perdata, dan sebagai pelaksana dalam konsep Badan Pemulihan Aset yaitu Asset Tracing, Recovery & Management, Coordination & Assistance.

 

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021, lanjutnya, Kejaksaan telah ditempatkan sebagai lembaga sentral yang memegang fungsi sentral ‘dominus litis’ dalam konteks pemulihan aset, khususnya pada tahap sita eksekusi.

 

“Kami juga menyarankan agar RUU Perampasan Aset ke depannya lebih mengedepankan pendekatan ‘illicit enrichment’ agar tidak berpotensi abusive dan menjamin efektivitas penegakan hukum,” pungkas Prof. Narendra.

Sementara itu, Dekan FH Unhas, Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H., dalam sambutannya menyampaikan apresiasi tinggi atas kolaborasi yang kembali menegaskan pentingnya sinergi antara akademisi dan praktisi hukum. Secara khusus, ucapan terima kasih disampaikan kepada JAM-Datun yang berkenan berbagi wawasan mendalam dan kritis terkait isu perampasan aset.

 

“Kuliah umum ini merupakan sinergi yang luar biasa antara institusi penegak hukum dan akademisi, sekaligus membekali mahasiswa kami dengan pemahaman komprehensif tentang peran strategis Kejaksaan dalam menjaga integritas keuangan negara,” ujar Prof. Hamzah Halim.

 

Topik