MediaKontras.id | Soal Barcode Bahan Bakar Minyak (BBM) adalah soal rasa keadilan bagi rakyat Aceh statemen Gubernur Aceh akan menghapus sistem barcode BBM untuk SPBU di Aceh, dapat dipastikan ini bukan merupakan program prioritas dalam Visi Misi Gubernur /Wakil Gubernur Aceh periode 2025-2029.
Namun bisa dipastikan bahwa QR code SPBU merupakan issue dan soal sangat sensitive di kalangan rakyat Aceh.
Hal tersebut disampaikan oleh Juru bicara Pemerintah Aceh Teuku Kamaruzzaman atau yang lebih akrab disapa (Ampon Man) mmenanggapi awak media, sistem ini belum sepenuhnya berlaku di wilayah lain di seluruh Indonesia, ada pertanyaan mendasar kenapa harus Aceh yang mengalami sistem ini. ?
“Atas dasar pemikiran bagaimana keputusan Pemerintah melalui Pertamina menjadikan Aceh sebagai wilayah yang dijadikan percontohan pertama penyaluran BBM bersubsidi secara ketat lewat sistem barcode? Masyarakat Aceh berpergian ke Sumatera Utara dan yang berada di Sumatera Utara atau wilayah lain di Indonesia misalnya tidak mengalami hambatan sistem QR dalam pengisian BBM di SPBU yang ada di wilayah Sumatera Utara dan atau wilayah lain di Indonesia,” tutur Ampon Man
Atas dasar itu Gubernur Aceh dalam statemen itu dari lubuk hati yang dalam ingin agar masyarakat diperlakukan secara adil oleh Pemerintah Pusat atau dalam hal ini Pertamina sekarang dan saat ini juga.
“Bahwa untuk semua upaya penghapusan barcode itu diperlukan proses pembicaraan yang lebih dalam soal subsidi ini,”
“Akan dilihat nanti pada persoalan yang mendasari keluarnya Peraturan Presiden ( Perpres) Nomor 191 tahun 2014 serta Perpres perubahannya Nomor 117 Tahun 2021 yang mengatur tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak serta Permen ESDM nomor 20 tahun 2021 serta perubahannya dalam Permen Nomor 11 Tahun 2022 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak”. Pungkasnya.
Seperti diketahui jika mungkin akan kita coba teliti lebih jauh soal jatah BBM bersubsidi bagi Aceh serta solusi subsidi nya , termasuk mungkin dilihat dari Dana Bagi Hasil ( DBH) Minyak dan Gas Bumi yang merupakan Hak Penerimaan Aceh. Kita tentu akan membicarakan hal ini lebih lanjut dengan Pemerintah Pusat dan atau Pertamina dan atau Badan Pengelola Hulu ( BPH) Minyak dan Gas Bumi RI.
Ampon Man menambahkan, Gubernur Aceh saat ini ingin agar situasi psikologis Aceh yang merasa selalu diperlakukan tidak adil sejak bergabung dengan Republik Indonesia dulu sehingga terjadi perlawanan DI/TII pada tahun 1953 selama 9 tahun karena Aceh yang sebelumnya berdiri sebagai sebuah Entitas Negara Bangsa akan disatukan dengan Sumatera Timur serta Eksplorasi dan Ekploitasi cadangan Gas Alam Raksasa Arun yang hasilnya dibagi secara tidak adil, yang berujung timbulnya perlawanan Gerakan Aceh Merdeka selama hampir 30 tahun, perlawanan karena perlakuan tidak adil diharapkan tidak akan berulang lagi dimasa depan.
PT. Pertamina Indonesia sendiri serta Garuda Indonesia adalah merupakan bahagian dari sejarah perjuangan Rakyat Aceh dimasa lalu untuk Eksistensi berdirinya Negara Republik Indonesia.
“Kita harapkan dalam masa depan akan ada solusi yang baik dan adil bagi semua serta menjadi perhatian semua pihak bahwa keadilan itu perlu bagi semua dan berlaku secara serentak bagi semua kita dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Tutupnya.