MediaKontras.id | Kolonel Sus Profesor Dr. Drs. Mhd Halkis, M.H, seorang Tentara Nasional Indonesia (TNI) sekaligus Guru Besar Universitas Pertahanan, mengajukan permohonan pengujian Pasal 2 huruf d, Pasal 39 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dan Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, Pemohon kemudian mencabut permohonan yang telah diregistrasi dengan Perkara Nomor 33/PUU-XXIII/2025 tersebut.
Pencabutan permohonan ini dikonfirmasi langsung oleh Pemohon prinsipal didampingi kuasa hukumnya dalam sidang pendahuluan pada Jumat (25/4/2025) di Ruang Sidang MK, Jakarta. “Kami telah meminta bantuan pada kuasa hukum kami untuk mencabut permohonan kami karena sudah terjadi lost object,” ujar Malkis melalui daring.
Penyampaian pencabutan permohonan sudah disampaikan Pemohon melalui surat kepada Mahkamah bertanggal 16 Maret 2025. Dengan demikian, Ketua MK Suhartoyo yang bertindak sebagai pimpinan Majelis Panel Hakim untuk perkara ini mengatakan pihaknya tidak perlu melanjutkan sidang ini dan akan melaporkannya kepada para hakim konstitusi lainnya dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
“Baik, kalau demikian kami tidak perlu melanjutkan pemeriksaan perkara ini dan kami akan laporkan ke Rapat Permusyawaratan Hakim dalam kesempatan RPH nanti,” kata Suhartoyo yang didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur.
Sebagai informasi, dalam permohonannya Pemohon mengaku mengalami kerugian hak konstitusional karena berlakunya norma-norma yang diuji. Pasal 2 huruf d UU TNI dianggap menampilkan definisi negatif terhadap TNI karena memuat frasa “tidak berpolitik praktis” dan “tidak berbisnis”.
Pasal 39 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU TNI melarang prajurit aktif untuk terlibat dalam kegiatan politik termasuk menduduki jabatan politik lainnya. Akan tetapi, menurut Pemohon, definisi jabatan politis dalam peraturan tersebut tidak jelas sehingga berpotensi menjadi hambatan struktural terhadap pengisian jabatan teknokratis oleh prajurit TNI yang berkompeten.
Berikutnya Pasal 39 ayat (3) melarang prajurit untuk berbisnis pun bertentangan dengan konstitusi. Sementara Pasal 47 ayat (2) UU TNI membatasi ruang gerak karier prajurit aktif hanya pada instansi tertentu yang secara langsung menghambat hak Pemohon dalam memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
Dalam petitumnya Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan definisi Tentara Profesional pada Pasal 2 huruf b dengan kata negatif menimbulkan multitafsir perlu dihapus serta menyatakan Pasal 39 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dan Pasal 47 ayat (2) UU TNI bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pemohon memohon kepada Mahkamah agar menyatakan pasal-pasal tersebut tetap konstitusional apabila dimaknai sesuai petitum Pemohon.
Sebagai informasi, pembentuk undang-undang yakni DPR dan Presiden telah merevisi UU TNI. Dilansir beberapa media online nasional, revisi UU TNI tersebut telah disahkan DPR pada 20 Maret 2025 dan ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 27/28 Maret 2025.
Lost Object Uji UU TNI Ditarik Kembali Karena Sudah Direvisi
- - Jumat, 25 April 2025 - 16:1 WIB

Lost Object Uji UU TNI Ditarik Kembali Karena Sudah Direvisi
- Jumat, 25 April 2025 - 16:1 WIB

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp MediaKontras.ID
Tag






