Opini: 4 Pulau Milik Aceh dari Dulu Bukti Historis dan Administratif

Opini: 4 Pulau Milik Aceh dari Dulu Bukti Historis dan Administratif

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp MediaKontras.ID

Oleh: Dr. Al Chaidar Abdurrahman Puteh, M.Si Departemen Antropologi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh.

Empat pulau yang sebelumnya masuk dalam wilayah Aceh kini telah ditetapkan sebagai bagian dari Sumatera Utara berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025. Pulau-pulau tersebut adalah: (1) Pulau Panjang; (2). Pulau Lipan, (3). Pulau Mangkir Gadang, (4). Pulau Mangkir Ketek.


Keputusan ini telah menimbulkan kontroversi di Aceh, dengan banyak pihak yang menilai bahwa pemerintah Aceh kurang serius dalam mempertahankan teritorinya. Pemerintah Aceh sendiri berencana untuk mengajukan gugatan dan memperjuangkan agar keempat pulau tersebut kembali menjadi bagian dari Aceh.


Ada banyak faktor yang mempengaruhi keputusan ini, termasuk verifikasi administratif yang dilakukan sejak 2008 dan berbagai pertemuan antara pemerintah Aceh dan Sumatera Utara. Namun, masyarakat Aceh tetap berupaya menunjukkan bukti sejarah dan geografis bahwa pulau-pulau tersebut seharusnya masuk dalam wilayah Aceh.


Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek memiliki sejarah panjang sebagai bagian dari Aceh Singkil sebelum akhirnya ditetapkan masuk ke wilayah Tapanuli Tengah, Sumatera Utara pada tahun 2025. Berdasarkan Peta Topografi TNI AD Tahun 1978, keempat pulau ini secara resmi tercatat sebagai bagian dari Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh. Pemerintah Aceh telah membangun berbagai infrastruktur di pulau-pulau ini, termasuk dermaga, mushala, rumah singgah, dan tugu penanda wilayah sejak tahun 1960-an.


Pada tahun 1992, terdapat kesepakatan batas wilayah antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara yang disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri, yang menetapkan bahwa keempat pulau ini masuk dalam yurisdiksi Aceh.

Pulau-pulau ini memiliki potensi ekonomi maritim, termasuk konservasi laut, perikanan, dan eksplorasi energi migas. Keberadaan terumbu karang di sekitar pulau-pulau ini menjadikannya lokasi penting bagi nelayan dan ekosistem laut. Pulau Panjang, sebagai pulau terbesar, sering dijadikan tempat berlindung bagi nelayan saat cuaca buruk.


Keputusan pemindahan wilayah ini dianggap sebagai maladministrasi dan bertentangan dengan bukti historis serta kesepakatan sebelumnya. Pemerintah Aceh dan masyarakat setempat telah mengajukan gugatan hukum untuk meninjau ulang keputusan ini. Banyak pihak menduga bahwa pemindahan ini terkait dengan potensi sumber daya alam, terutama minyak dan gas yang ditemukan di sekitar pulau-pulau tersebut.


Keputusan ini telah memicu gelombang protes dari masyarakat Aceh, yang merasa bahwa hak historis mereka telah diabaikan. Pemerintah Aceh telah mengambil beberapa langkah hukum untuk memperjuangkan agar Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek tetap menjadi bagian dari Aceh.
Organisasi Arah Pemuda Aceh (ARPA) mendesak Pemerintah Aceh untuk mengajukan gugatan ke PTUN terhadap Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, yang menetapkan keempat pulau tersebut sebagai bagian dari Sumatera Utara. Gugatan ini bertujuan untuk membatalkan keputusan tersebut dan mengembalikan status pulau-pulau itu ke Aceh.


Gubernur Aceh Muzakir Manaf telah menyatakan komitmennya untuk memperjuangkan keempat pulau tersebut melalui jalur hukum dan diplomasi. Pemerintah Aceh berencana melakukan lobi politik ke pemerintah pusat dan DPR RI untuk meninjau ulang keputusan ini. Pemerintah Aceh telah mengajukan berbagai dokumen historis, termasuk Peta TNI AD Tahun 1978, yang menunjukkan bahwa keempat pulau tersebut adalah bagian dari Aceh. Bukti lain seperti kesepakatan batas wilayah tahun 1992 dan dokumen kepemilikan aset daerah juga telah dikumpulkan untuk memperkuat klaim Aceh.


Pemerintah Aceh dan berbagai organisasi masyarakat telah menggalang dukungan publik untuk menolak keputusan ini. Kampanye dilakukan melalui media sosial dan aksi demonstrasi untuk meningkatkan tekanan terhadap pemerintah pusat. Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa Pemerintah Aceh tidak tinggal diam dan terus berupaya mempertahankan wilayahnya.


Kebijakan Kemendagri untuk mengalihkan Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, and Pulau Mangkir Ketek ke Sumatera Utara telah menimbulkan dampak besar bagi masyarakat Aceh.

Secara ekonomi, nelayan yang mengandalkan perairan di sekitar pulau-pulau tersebut kehilangan akses yang selama ini menjadi sumber penghidupan mereka. Bantuan sosial dan infrastruktur dari Pemerintah Aceh juga terhenti, sehingga menambah kesulitan bagi warga yang selama ini mendapat manfaat dari program bantuan. Dari sisi sosial, masyarakat yang selama ini merasa sebagai bagian dari Aceh mengalami ketidakpastian mengenai status kependudukan mereka, sebab banyak dari mereka masih memiliki identitas kependudukan Aceh. Pergeseran administrasi ini memicu berbagai bentuk protes dan demonstrasi, menandakan betapa kuatnya keterikatan masyarakat dengan Aceh.
Dalam ranah politik, keputusan ini juga menimbulkan gelombang kritik terhadap Pemerintah Aceh, yang dianggap kurang serius dalam mempertahankan wilayahnya.

Anggota DPR dan DPD RI dari Aceh telah meminta Presiden untuk meninjau ulang keputusan ini, sementara gugatan hukum telah diajukan terhadap Kementerian Dalam Negeri sebagai langkah untuk memperjuangkan kembalinya pulau-pulau tersebut ke Aceh. Situasi ini terus berkembang, dengan berbagai upaya yang dilakukan baik melalui jalur hukum maupun diplomasi.

Tag

error: Content is protected !!