Oleh: Dr. Al Chaidar Abdurrahman Puteh Departemen Anthropology, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh.
Scholasticide adalah istilah yang merujuk pada penghancuran sistem pendidikan secara sistematis, termasuk institusi akademik, tenaga pengajar, dan infrastruktur pendidikan. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Karma Nabulsi, seorang profesor politik di Universitas Oxford, dalam konteks serangan terhadap pendidikan Palestina sejak Nakba 1948.
Dalam konteks Gaza, scholasticide mencakup penghancuran sekolah dan universitas, serta pembunuhan terhadap akademisi, guru, dan mahasiswa. Serangan terhadap sistem pendidikan ini sering dikaitkan dengan kebijakan kolonialisme pemukim yang bertujuan untuk melemahkan komunitas pribumi dengan menghambat perkembangan intelektual mereka.
Menurut laporan PBB, lebih dari 80% sekolah di Gaza telah rusak atau hancur, dengan ribuan siswa dan guru terbunuh atau terluka akibat serangan militer. Selain itu, penghancuran universitas seperti Israa University menunjukkan pola sistematis dalam upaya menghapus pendidikan Palestina.
Scholasticide di Gaza terjadi secara sistematis dan massif melalui penghancuran infrastruktur pendidikan, pembunuhan akademisi, serta penghapusan akses terhadap pendidikan bagi generasi muda Palestina. Serangan terhadap sistem pendidikan ini bukan hanya sekadar dampak sampingan dari konflik, tetapi merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk menghapus identitas dan masa depan intelektual Palestina.
Menurut laporan PBB, lebih dari 80% sekolah di Gaza telah rusak atau hancur, dengan ribuan siswa dan guru terbunuh atau terluka akibat serangan militer. Universitas terakhir yang masih berdiri, Israa University, dihancurkan oleh militer Israel pada 17 Januari 2024. Selain itu, lebih dari 5.479 siswa, 261 guru, dan 95 profesor universitas telah terbunuh, sementara 7.819 siswa dan 756 guru terluka.
Serangan ini juga mencakup penghancuran 60% fasilitas pendidikan, termasuk 13 perpustakaan umum, serta 195 situs warisan budaya, 227 masjid, dan tiga gereja. Bahkan sekolah-sekolah yang digunakan sebagai tempat perlindungan bagi warga sipil yang mengungsi ikut dibombardir, termasuk di zona yang telah ditetapkan sebagai “zona aman” oleh militer Israel.
Lebih dari 1.600 akademisi dari Amerika Utara telah menandatangani surat terbuka yang mengecam penghancuran sistem pendidikan di Gaza, menyebutnya sebagai bentuk scholasticide yang dilakukan secara sistematis dan massif. Mereka menyoroti bahwa semua 12 universitas di Gaza telah dibom, serta 378 gedung sekolah, atau 76% dari total sekolah di wilayah tersebut.
Serangan terhadap pendidikan ini tidak hanya menghancurkan bangunan fisik, tetapi juga menghapus harapan dan masa depan generasi muda Palestina. Tanpa akses ke pendidikan, masyarakat Palestina kehilangan kesempatan untuk membangun kembali kehidupan mereka dan berkontribusi pada dunia akademik serta budaya global.
Scholasticide di Gaza adalah bagian dari strategi yang lebih luas untuk menghapus identitas Palestina dan menghambat perkembangan intelektual mereka. Serangan ini tidak hanya berdampak pada masa kini, tetapi juga akan memiliki konsekuensi jangka panjang bagi generasi mendatang.
Bibliografi
Dader, Khalid, et al. Topologies of Scholasticide in Gaza: Education in Spaces of Elimination. Fennia-International Journal of Geography, 2024. Giroux, Henry A. Scholasticide: Waging War on Education from Gaza to the West. Journal of Holy Land and Palestine Studies,2025. Giroux, Henry. Scholasticide: Erasing Memory, Silencing Dissent, and Waging War on Education from Gaza to the West.CounterPunch, 2024. Hajir, Basma, dan Mezna Qato. Academia in a Time of Genocide: Scholasticidal Tendencies and Continuities. Globalisation, Societies and Education,2025. Qumsiyeh, Mazin, dan Saba Banat. Scholasticide: The Ongoing Colonial Attack on Palestinian Higher Education. Smith, Ashley. Resisting Israeli Scholasticide and Academic Apartheid. CounterPunch, 2024.