Oleh: Sofyan, S.Sos – Analis Politik dan Kebijakan
Akan tercatat sebagai salah satu momen penting dalam sejarah panjang hubungan antara Aceh dan Pemerintah Pusat. Empat pulau-Lipan, Panjang, Mangkir Ketek, dan Mangkir Gadang – yang sempat dialihkan ke wilayah Sumatera Utara melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, kini resmi kembali ke wilayah administrasi Aceh.
Ini bukan sekadar koreksi teknis dalam tata kelola pemerintahan, tetapi merupakan pengakuan atas aspirasi rakyat Aceh yang disuarakan secara damai, konsisten, dan bermartabat. Pemerintah Pusat menunjukkan bahwa ruang dialog masih terbuka, terutama ketika yang diperjuangkan adalah keadilan sejarah, identitas kultural, dan hak konstitusional.
Keputusan ini tidak hanya menyelamatkan empat pulau, tetapi juga menjaga kepercayaan publik yang telah dibangun dengan susah payah sejak perdamaian Helsinki 2005. Kita masih mengingat peran penting tokoh-tokoh nasional seperti Jusuf Kalla dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam merajut rekonsiliasi pasca-konflik. Kini, semangat itu terasa hidup kembali.
Di tengah dunia yang semakin kompleks dan penuh gejolak, menjaga harmoni internal bangsa adalah bentuk kedewasaan bernegara. Pemerintah Pusat telah membuktikan bahwa yang dijaga bukan hanya batas wilayah, tetapi juga nurani kebangsaan.
Namun harus diakui, keputusan ini tidak hadir begitu saja. Ia lahir dari tekanan moral dan kesadaran kolektif rakyat Aceh—mahasiswa, ulama, tokoh adat, hingga para aktivis—yang bersuara dalam koridor damai dan konstitusional. Ini adalah cerminan dari demokrasi yang matang: rakyat bersuara, negara mendengar.
Momentum ini harus dijaga sebagai pijakan untuk memperkuat otonomi daerah, menghindari pengabaian terhadap konteks lokal, dan menegaskan pentingnya partisipasi rakyat dalam setiap kebijakan nasional.
Kepentingan Migas: Transparansi adalah Kunci
Perlu dicatat bahwa kawasan empat pulau yang dikembalikan ini berada di dekat wilayah strategis sumber daya alam—yakni Blok Singkil dan Blok Meulaboh. Berdasarkan rilis Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) pada 10 November 2022, wilayah kerja Offshore North West Aceh (ONWA) dan Offshore South West Aceh (OSWA) telah dimenangkan oleh Conrad Asia Energy Ltd untuk eksplorasi migas.
Blok Singkil diperkirakan memiliki potensi gas sebesar 296 miliar kaki kubik (BCF), sementara Blok Meulaboh mengandung hingga 192 juta barel minyak (MMBO) dan 1,1 triliun kaki kubik gas (TCF). Luas gabungan kedua blok ini mencapai lebih dari 17.000 km² dengan tingkat risiko geologi yang cukup tinggi.
Dengan potensi sebesar itu, publik Aceh berhak menuntut keterbukaan. Jangan sampai perjuangan murni rakyat mempertahankan wilayah justru dikhianati oleh praktik manipulatif atas nama investasi. BPMA dan semua pihak terkait wajib menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahapan eksplorasi dan pengelolaan sumber daya alam, sesuai poin-poin yang terkandung dalam MoU Helsinki berdasarkan hasil kesepakatan Damai Antara dan Pemerintah pusat harus menjadi dasar pijakan pemerintah Aceh dalam mengolala sumber daya Alam Aceh
Penutup: Menjaga yang Sudah Baik
Kembalinya empat pulau ini adalah hasil dari perjuangan damai dan solidaritas rakyat Aceh. Namun perjuangan belum selesai. Kini saatnya kita semua mengawal pelaksanaannya, memastikan tidak terjadi pengulangan kesalahan masa lalu, serta terus membangun dialog konstruktif demi masa depan Aceh dan Indonesia yang lebih adil dan sejahtera.
Kepada para tokoh nasional yang telah menunjukkan dukungan dan simpati, rakyat Aceh mengucapkan terima kasih. Aceh adalah Indonesia, dan Indonesia adalah Aceh.
Kami juga menyampaikan penghargaan kepada Gubernur Sumatera Utara, Bapak Bobby Nasution, serta masyarakat Sumatera Utara yang tidak terprovokasi oleh narasi berlebihan dari sebagian netizen. Ini menunjukkan semangat kebangsaan dan kedewasaan masyarakat Sumatera Utara yang patut diapresiasi. Kita adalah saudara. Untuk itu, kami memohon maaf atas sikap sebagian kecil netizen yang mungkin kurang bijak selama proses berlangsung. Demokrasi memberi ruang untuk kritik, tetapi kebesaran jiwa adalah kekuatan sejati dalam menyatukan bangsa.
Harus diakui, secara politik Aceh masih bergantung pada kebijakan Pemerintah Pusat. Namun secara ekonomi, Medan tetap menjadi salah satu kekuatan utama yang menopang kehidupan masyarakat Aceh.
Terkhusus kepada Mualem, Gubernur Aceh, kami menyampaikan terima kasih atas komitmennya dalam mengembalikan kedaulatan wilayah Aceh ke tempat yang semestinya.
Pesan untuk Publik Aceh
Perjuangan ini bukan tentang siapa yang paling berjasa. Yang utama adalah semangat kolektif mempertahankan kedaulatan rakyat Aceh dalam bingkai damai dan konstitusional. Satu hal yang perlu dijaga oleh publik Aceh adalah etika dalam komunikasi—karena apa pun ceritanya, Medan adalah saudara kita.
Aceh tidak meminta lebih dari haknya. Namun Aceh akan selalu berdiri tegak untuk mempertahankan setiap jengkal wilayahnya—dengan damai, namun tidak diam.