MediaKontras.id | Direktur Eksekutif Peace and Justice for Action (PAJAN), Ibnu Sakdan Abubakar, menyerukan kepada seluruh pihak untuk menahan diri dan mengedepankan pendekatan humanis dalam menyikapi dinamika yang terjadi di Aceh, Jumat, 26 Desember 2025.
Pendekatan represif, terlebih dalam konteks kegiatan kemanusiaan, berpotensi mencederai rasa keadilan masyarakat dan melukai semangat perdamaian Aceh yang telah dibangun selama hampir dua dekade pasca-MoU Helsinki.
“Kami menilai serius dugaan adanya tindakan kekerasan aparat terhadap warga sipil yang sedang mengantarkan bantuan bagi korban banjir di Aceh Tamiang. Peristiwa ini harus dievaluasi secara transparan, profesional, dan akuntabel, dengan menjunjung tinggi prinsip hak asasi manusia,” ungkap Ibnu Sakdan.
PAJAN memahami sensitivitas penggunaan simbol yang diasosiasikan dengan GAM. Namun, ekspresi tersebut tidak dapat dilepaskan dari akumulasi kekecewaan masyarakat atas respons negara yang belum memadai, termasuk belum ditetapkannya status Bencana Nasional di tengah kondisi darurat dan keterbatasan bantuan bagi warga terdampak.
Perlu ditegaskan bahwa pengaturan Bendera dan Lambang Aceh memiliki dasar hukum yang sah, sebagaimana diatur dalam MoU Helsinki poin 1.1.5, Pasal 246 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2006, serta Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013. Kesepakatan damai dan kerangka hukum ini harus dihormati sebagai fondasi menjaga stabilitas dan kepercayaan publik di Aceh.
“Aceh tidak membutuhkan eskalasi keamanan, melainkan kehadiran negara yang adil, empatik, dan berpihak pada kemanusiaan,” pintanya. [ian]






