— Berjibaku di Tengah Kerusakan —
MediaKontras.id | Banjir ekstrem yang melanda Kota Langsa menyebabkan sistem produksi dan distribusi air Perumda Tirta Keumuneng mengalami mati total pada fase awal kejadian. Hampir seluruh peralatan utama—mulai dari intake, pompa hulu–hilir, elektromotor, panel listrik, hingga jalur perpipaan—terendam banjir, tertutup lumpur, tergeser, bahkan sebagian mengalami kerusakan berat.
Begitu air mulai surut, seluruh tim Perumda Tirta Keumuneng langsung bergerak melakukan pemulihan menyeluruh tidak terkecuali termasuk direktur yang langsung menuju TKP. Namun prosesnya tidak dapat instan, karena tingkat kerusakan yang dihadapi sangat kompleks dan saling berkaitan.
Banyak pompa dan panel harus dikeringkan, dibersihkan, diuji kelayakan, dan dipulihkan secara bertahap. Perpipaan di berbagai titik juga mengalami patah dan kebocoran akibat banjir ekstrem — bukan karena tekanan naik turun. Justru tekanan naik turun adalah dampak lanjutan dari situasi pasca banjir ini yang membuat air membutuhkan waktu lama untuk sampai ke ujung perpipaan.
Direktur: “Saya Turun Langsung. Kami Sama-Sama Korban, Tapi Tetap Berjuang Demi Masyarakat.” ungkap T Faisal, Minggu, 7 Desember 2025.
Direktur Perumda Tirta Keumuneng Langsa menjelaskan komitmen penuh seluruh tim dalam pemulihan layanan pasca banjir.
“Saya turun langsung ke lapangan dan memastikan semua tim bekerja. Saya melihat petugas rela meninggalkan kepentingan pribadinya di rumah masing-masing demi memulihkan keadaan agar masyarakat dapat mendapatkan air bersih kembali. Padahal kita semua sama-sama korban, dan rumah kita pun sama berlumpur,” tuturnya.
Ia juga menegaskan bahwa apa yang dilakukan para petugas adalah bentuk tanggung jawab moral, bukan hanya tugas kedinasan.
Listrik di Kota Normal, Namun Hulu Mengalami Gangguan Serius
Meskipun listrik di pusat kota terlihat normal, wilayah Hulu—lokasi pusat instalasi pengolahan air—mengalami gangguan serius. Gardu PLN di hulu terendam banjir hingga rusak berat, membuat listrik hidup–mati berulang, yang sangat menghambat proses normalisasi.
PLN dan Perumda Tirta Keumuneng telah melakukan berbagai upaya lapangan. PLN mengirimkan Gardu Induk Bergerak untuk operasi darurat, namun kapasitasnya tidak cukup kuat untuk meng-cover kebutuhan mesin-mesin berat pengolahan air. Solusi lain ditempuh dengan menaikkan arus daya pada gardu bergerak agar pompa dapat beroperasi lebih stabil setelah berulang kali mengalami kegagalan sistem.
Kerusakan juga terjadi di Booster Pump Kecamatan.
Masalah besar tidak hanya terjadi di hulu. Kerusakan parah juga terjadi di Station Booster Pump di setiap Unit Pelayanan kecamatan:
1. Pompa booster terendam banjir
2. Panel listrik rusak
3. Rumah pompa dipenuhi genangan air, karena Rumah pompa yang lokasinya dibuat sejajar atau terhubung langsung dengan in-ground reservoir (reservoir dalam tanah).
Ruang pompa bawah tanah sering menjadi titik terendah, Air banjir masuk melalui saluran, dinding, celah pipa, dan ventilasi, Sehingga ruang pompa terendam 100%.
4. Reservoir penuh lumpur dan sampah.
Padahal Booster Pump memiliki fungsi vital sebagai penambah tekanan air ke daerah-daerah ujung perpipaan. Tekanan dari pompa utama di hulu tidak mampu menembus seluruh hambatan lapangan tanpa bantuan booster.
Booster yang terdampak berada di:
1. UP Langsa Barat
2. UP Langsa Lama
3. UP Langsa Timur
4. UP Langsa Baro
Wilayah yang terhubung langsung dengan pipa induk dari hulu, seperti Geudubang Aceh dan BTN Abri dan wilayah-wilayah lainnya yg dekat dengan pipa utama, secara alami lebih cepat mendapatkan aliran air ketimbang wilayah yang berada jauh dari pipa utama atau wilayah yang pinggiran kota atau wilayah pusat kota yg padat penduduk namun jauh dari pipa utama dengan tingginya tingkat pemakaian air membuat tekanan air fluktuatif dan memperlambat proses normalisasi karena rebutan air dengan setiap rumah masing-masing menarik air dengan mesin penyedot air masing-masing.
Gangguan Teknis Terus Muncul Selama Pemulihan.
Saat normalisasi berlangsung, gangguan teknis baru terus bermunculan seperti:
1. Listrik padam mendadak.
2. Pompa konslet akibat kelembapan.
3. Pintu intake tersumbat lumpur dan sampah.
4. Bak filter tersumbat ketika proses produksi.
5. Pipa pecah di berbagai titik, termasuk pipa induk besar di Desa Petow.
6. Kebocoran yang memperlambat tekanan air.
Semua ini menjadi rintangan yang hanya dapat dirasakan petugas di lapangan yang bekerja siang malam tanpa henti.
Mengapa Normalisasi Air Tidak Bisa Instan?
PDAM menjelaskan bahwa:
1. Produksi air bersih dari lumpur ke air domestik butuh 3–4 jam sebelum bisa dialirkan
2. Distribusi membutuhkan waktu relatif lebih dari 24 jam, bisa lebih cepat, bisa juga lebih lama tergantung elevasi tanah, tingkat pemakaian dan faktor2 lainnya, apalagi kebocoran ada dimana-mana.
3. Normalisasi harus tanpa jeda pompa
4. Jika listrik/pompa mati sebentar, seluruh jaringan kosong dan proses normalisasi harus diulang dari awal.
5. Pemakaian pelanggan yang tinggi dan bersamaan menyebabkan tekanan turun signifikan.
6. Dalam sistem hidrolika, air mengalir dari tekanan tinggi menuju tekanan rendah (Prinsip Bernoulli).
Ketika terjadi: Pipa bocor,Sambungan pecah,Pipa transmisi retak, Valve terisi sedimen, maka energi tekanan hilang, sehingga tekanan distribusi melemah secara drastis. Kebocoran sedang saja dapat menyebabkan hilangnya head pressure, apalagi kebocoran besar pada pipa utama.Akibatnya: Wilayah terjauh (ujung jaringan) tidak mendapat air, Pressure recovery sangat lambat karena jaringan kehilangan energi secara terus-menerus.
7. Pasca banjir, pipa sering terisi: Lumpur halus, Pasir, Material organik, Sampah padat berukuran kecil. Sedimen tersebut meningkatkan friction loss (kehilangan energi akibat gesekan), Jika friction loss meningkat → tekanan hilang lebih besar → aliran makin lemah. Pipa harus dibersihkan bertahap melalui flushing, yang memakan waktu lama.
8. Saat sistem perpompaan belum pulih 100%, kapasitas tekanannya turun jauh dari desain. Pompa tidak bisa dipaksakan beroperasi dengan beban tinggi. Akibatnya debit distribusi menjadi sangat terbatas. Ditambah kebocoran dan tingginya permintaan masyarakat yang lebih dulu dilalui oleh air distribusi.
9. Pasca bencana, pola pemakaian berubah drastis: Lonjakan penggunaan air untuk pembersihan rumah, lumpur, dan sanitasi, Pemakaian serentak pada jam pulih listrik, Pengisian tandon secara bersamaan. Secara hidrolis, ini menyebabkan pressure collapse (tekanan kolaps), karena: Jika pemakaian lebih besar daripada suplai → tekanan hilang → air tidak mampu menjangkau daerah jauh atau elevasi tinggi.
Karena itu PDAM menghimbau masyarakat untuk menggunakan air secara bijak, dan membantu mendokumentasikan setiap titik kerusakan pipa agar tekanan dapat stabil dan air mencapai pelanggan di wilayah paling jauh.
Meluruskan Isu Pemecatan Pegawai.
PDAM juga membantah isu bahwa pemecatan pegawai berhubungan dengan buruknya kebijakan manajemen. Pegawai yang diberhentikan merupakan individu yang terbukti melakukan pelanggaran berat, merugikan perusahaan dan pelanggan/masyarakat, serta telah melalui proses peringatan sebelumnya. Isu yang berkembang di luar adalah tidak akurat.
Transparansi Informasi dan Imbauan untuk Pemberitaan Berimbang.
PDAM memastikan bahwa setiap perkembangan:
1. perbaikan pipa,
2. progres pemulihan,
3. status distribusi, dan
4. kendala teknis
Selalu dipublikasikan melalui media sosial resmi perusahaan.
“PDAM menghimbau agar media menyajikan informasi berimbang, faktual, dan tidak menyudutkan pihak yang sedang bekerja keras memulihkan layanan di tengah keterbatasan dan kerusakan masif,” tandasnya. [ian]






