Aparat Sita 6 alat Busur Panah Replika
Teatrikal
Jakarta, MediaKontras.id | Para peserta Aksi demonstran yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat (SMUR), memperingati Hari Buruh di Kec. Banda Sakti, Taman Riyadhah, namun aksinya di hadang tepatnya depan Polres Lhokseumawe, pada hari kamis (01/05).
Koordinator Aksi, M. Faidhul Akbar mengatakan sebelumnya kita juga sudah surati pihak kepolisian sebelum aksi untuk memperingati hari May Day.
“Kejadian ini sangat miris kami hanya ingin melakukan Aksi teaterikal, untuk memperingati hari May Day,” celetuk faidhul Akbar.
Mahasiswa Papua di Hadang Aparat.
Belasan Massa unjuk rasa kali ini berasal dari Mahasiswa Papua.
Salah satu Korban tindakan diduga kekerasan oknum aparat, Buas tamoni mengatakan saat kami dari asrama Mahasiswa menuju titik aksi kami tiba-tiba dihadang oleh aparat di depan Polres Lhokseumawe.
“Tanpa tanda tanyak kami langsung dihadang, dan mengalami kekerasan dari aparat. Ntah apa maksudnya,” terang korban.
Yang menjadi korban aksi tersebut Dua diantaranya adalah Buas tamoni, dan Agutinusman, yang merupakan saudara kandung.
Saat perjalanan, massa berjumlah belasan orang dicegat oleh aparat sekitar 20 orang berpakaian (Intel- red).
Masa aksi tersebut dihadang di depan Polres Lhokseumawe tepat nya di jalan Medan Banda Aceh, Mereka sempat diamankan, lalu di boyong ke ruangan Resmob Polres Lhokseumawe.
Pihak kepolisian juga meminta identitas mereka, namun enggan diberikan untuk di data sekaligus menyita 6 alat sejenis busur panah dari ranting kayu replika (Hasil Karya Sendiri) untuk digunakan saat teatrikal di Taman Riyadhah.
Dua orang para peserta aksi asal Papua adik – Abang juga mengalami kekerasan di area wajah telinga kanan, dan dibawah pelipis mata. Buntut di cegat saat hendak aksi menuju titik aksi.
Polres Lhokseumawe, AKBP Ahzan mengatakan beberapa mahasiswa yang membawa busur dan panah kami cegat oleh petugas didepan polres.
“Setelah kami telusuri dari pihak Intel untuk di periksa, setelah itu alat tersebut semua murni bahan bakunya terbuat dari kayu, mereka ini hanya menuju kan ciri khas bahwasanya dari Papua”. Tutup Ahzan.
Namun dikembalikan kepada massa setelah dilakukan pendataan serta negosiasi. Disisi lain aksi ini menjadi tamparan keras bagi wajah Demokrasi Indonesia.