Lhokseumawe, MediaKontras.id | Kenaikan harga komoditas pangan dalam tiga bulan terakhir di Kota Lhokseumawe kian menekan daya beli masyarakat. Kenaikan signifikan terjadi pada sejumlah bahan pokok seperti bawang merah yang menembus Rp 60.000/kg, bawang putih Rp 32.000/kg, daging ayam Rp 50.000/kg, ikan Rp 65.000/kg, beras mencapai Rp 250.000 per sak, serta telur ayam yang hampir menyentuh Rp 60.000 per papan.

Fenomena ini bukan hanya membebani rumah tangga, tapi juga mengancam keberlangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di wilayah tersebut.

“Harga bahan baku terus naik, tapi harga jual produk UMKM tetap stagnan. Kalau tidak produksi, dapur kami tidak berasap. Anak-anak pun berkurang jajan ke sekolah. Ini bukan sekadar inflasi, tapi keterpurukan ekonomi yang memukul seluruh sektor kehidupan,” ujar salah satu pelaku UMKM, Owner Mie Pangsit Chinese, kepada media ini.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha UMKM Indonesia (APUI) Lhokseumawe, Denny Saputra, SE, menyatakan bahwa pemerintah daerah tidak boleh tinggal diam terhadap kondisi ini.

“Inflasi tidak akan terkendali jika tidak diimbangi dengan kehadiran produk substitusi atau komplementer. Sementara masyarakat Aceh terkenal dengan tingkat konsumsi yang tinggi. Tanpa intervensi, ini akan menjadi bom waktu,” kata Denny.

Ia menekankan perlunya langkah-langkah strategis dari pemerintah kota bersama para pemangku kepentingan (stakeholders), termasuk pengawasan distribusi pangan, subsidi bagi UMKM, dan stabilisasi harga pasar.

Masyarakat dan pelaku usaha berharap pemerintah tidak hanya mengandalkan rapat rutin dan laporan birokrasi, tetapi mulai mengambil tindakan konkret.

“Sudah saatnya duduk bersama. Lakukan pakat ekonomi. Cari terobosan nyata yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat. Jangan biarkan inflasi ini menjadi bencana sosial yang meluas,” tegas Denny.

Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Pemerintah Kota Lhokseumawe terkait lonjakan harga yang berlangsung sejak Juni 2025 tersebut.