Upah Pungut PPJ jadi Korupsi Pertama di Indonesia, Pengacara Terdakwa Kecewa Putusan MA

Dok Foto. Penasehat Hukum Terdakwa Mawardi Yusuf, H. Zaini Djalil, S.H. (Dok: Pribadi)

Upah Pungut PPJ jadi Korupsi Pertama di Indonesia, Pengacara Terdakwa Kecewa Putusan MA

Dok Foto. Penasehat Hukum Terdakwa Mawardi Yusuf, H. Zaini Djalil, S.H. (Dok: Pribadi)

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp MediaKontras.ID

Vonis Korupsi PPJ Lhokseumawe oleh MA Dikhawatirkan Berdampak Nasional

Banda Aceh, MediaKontras.id | Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 3189 K/Pid.Sus/2025 terkait perkara tindak pidana korupsi Pajak Penerangan Jalan (PPJ) Kota Lhokseumawe dinilai keliru dan tidak mencerminkan rasa keadilan bagi terdakwa Ir. Marwadi Yusuf. Hal ini disampaikan oleh H. Zaini Djalil, S.H., selaku Penasihat Hukum Terdakwa, dalam siaran persnya pada Rabu (23/7).

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Banda Aceh melalui putusan Nomor 15/Pid.Sus-TPK/2024/PN Bna telah memvonis bebas Marwadi Yusuf.

Namun, putusan MA justru membatalkan vonis bebas tersebut dan menyatakan para terdakwa bersalah.

Zaini Djalil mengungkapkan kekecewaannya dan menegaskan bahwa MA seharusnya memperkuat putusan pengadilan tingkat pertama. Menurutnya, pertimbangan Pengadilan Negeri Tipikor Banda Aceh sangat jelas dan terang, didasarkan pada fakta-fakta yang terungkap di persidangan.

Dasar Hukum dan Fakta Persidangan yang Diabaikan

Ia menyoroti pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Banda Aceh pada halaman 200 putusan, yang menyatakan bahwa dasar hukum PPJ diatur dalam Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 06 Tahun 2012 tentang Pajak Penerangan Jalan, yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Lebih lanjut, Zaini Djalil menekankan bahwa pemberian insentif PPJ telah diatur secara umum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, didukung dengan Surat Edaran Kementerian Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Nomor: 973/014/Keuda, tanggal 9 Januari 2012.

Surat edaran tersebut menjelaskan Pertimbangan ini sesuai dan sejalan dengan pertimbangan Majelis Hakim pada halaman 210 yang mempertimbangkan “Bahwa Direktur Jenderal Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri melalui Surat Edaran Nomor 973/014/Keuda, tanggal 9 Januari 2012 perihal Pemungutan PPJ oleh PT. PLN (Persero) memberikan penjelasan bahwa dalam hal tenaga listrik disediakan oleh sumber lain, seperti PT. PLN (Persero), maka PT. PLN (Persero) sebagai Wajib Pajak yang diwajibkan untuk memungut dan menyetor PPJ kepada Pemerintah Daerah”.

“Kegiatan pemungutan Pajak Penerangan Jalan ini telah berlangsung lama dan sama di seluruh wilayah Indonesia karena dasar hukumnya juga sama. Berdasarkan ketentuan perundang-undangan, dibenarkan adanya upah pungut,” jelas Zaini Djalil.

Ia menambahkan, selama ini upah pungut tidak pernah dijadikan temuan tindak pidana korupsi, baik dari hasil audit BPKP maupun BPK sebagai lembaga yang berwenang menyatakan kerugian negara. Namun, pada tahun 2023, Kejaksaan Negeri Lhokseumawe menyatakan upah pungut sebagai perbuatan tindak pidana korupsi, yang kemudian diaudit oleh Inspektorat Aceh dan menetapkan lima orang tersangka. “Kasus ini adalah yang pertama di Indonesia,” tegasnya.
Koordinasi dengan DPRK Terbukti di Persidangan

Penasihat hukum juga membantah pertimbangan MA yang menyatakan para terpidana tidak melakukan koordinasi atau laporan pada Alat Kelengkapan Dewan DPRK Kota Lhokseumawe.

Berdasarkan fakta dan bukti yang terungkap di persidangan Pengadilan Negeri Tipikor Banda Aceh, pembahasan terkait porsi pembagian insentif telah dikoordinasikan dengan pihak legislatif.


“Berdasarkan keterangan Saksi T. Sofianus (Anggota DPRK/Wakil Ketua Koordinator Badan Anggaran DPRK Kota Lhokseumawe) terkait porsi pembagian insentif sebagaimana dalam surat keputusan walikota tersebut telah dikoordinasikan dengan pihak legislatif (DPRK Lhokseumawe),” kutip Zaini Djalil dari putusan Pengadilan Tipikor Banda Aceh halaman 221.

MA Dinilai Hanya Melihat Memori Kasasi Jaksa Penuntut Umum.

Zaini Djalil menilai Majelis Hakim tingkat kasasi tidak mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, sebagaimana pertimbangan Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Tipikor Banda Aceh. Ia menduga Majelis Hakim Mahkamah Agung hanya melihat dari sisi memori kasasi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum semata, serta tidak mempertimbangkan kontra memori kasasi yang diajukan oleh terdakwa/para terdakwa.

Meskipun menghormati dan akan melaksanakan putusan MA, pihak penasihat hukum tetap merasa kecewa. “Seharusnya Majelis Hakim tingkat kasasi lebih mempertimbangkan kesalahan dalam menerapkan hukum (judex juris), sementara fakta persidangan telah dipertimbangkan secara benar pada tingkat pertama,” ujarnya.

Pihaknya berharap perkara ini menjadi perhatian semua pihak, termasuk Pemerintah Pusat, karena akan berimplikasi kepada kabupaten/kota di seluruh Indonesia. “Saat ini baru terjadi di wilayah Provinsi Aceh,” tutup Zaini Djalil.

Tag

error: Content is protected !!