Jakarta, MediaKontras.id | Dinamika internal Pelajar Islam Indonesia (PII) kembali memuncak menjelang pelaksanaan Muktamar PII ke-33. Dua kubu di tubuh Pengurus Besar PII (PB PII) saling berseberangan mengenai waktu pelaksanaan muktamar. Namun, di tengah memanasnya situasi, suara-suara yang mengutamakan persatuan dan penjagaan ruh perjuangan justru terdengar semakin kuat.
Ketegangan bermula dari perbedaan sikap dua kelompok dalam PB PII. Kubu pertama, terdiri dari Ketua Umum PB PII dan beberapa jajaran BPH mengusulkan agar Muktamar ke-33 dilaksanakan pada Februari 2025 di Palembang, Sumatera Selatan agar pelaksanaan muktamar lebih maksimal. Sementara kubu kedua yakni Ketua Organizing Committee (OC), Ketua Steering Committee (SC), dan sejumlah unsur BPH lainnya menegaskan bahwa muktamar harus tetap dilaksanakan tahun ini, tepatnya pada 28 November 2025 di Jakarta, setelah bergeser dari jadwal awal 25 November.

Sikap ini bukan tanpa dasar. Pelaksanaan muktamar tahun ini merupakan keputusan resmi Sidang Dewan Pleno Nasional (SDPN) PII pada Mei 2025, di mana forum tertinggi di bawah muktamar tersebut telah menetapkan bahwa Muktamar PII ke-33 harus digelar pada 2025, mengingat masa SK PB PII periode 2023–2025 telah melewati batas kewajaran.
Selain perbedaan jadwal, tensi internal juga dipicu beredarnya isu-isu sensitif. Tudingan saling lempar terkait pengelolaan Dana Abadi Umat (DAU), tanggung jawab struktural, proyek-proyek kementerian, audiensi yang belum berjalan maksimal, hingga blok-blok dukungan menjelang pemilihan ketua umum baru, turut memperkeruh suasana. Meski demikian, banyak di antara isu tersebut masih bersifat dugaan karena belum dibuktikan secara konkret.
Sementara itu, pelaksanaan muktamar di Jakarta kini telah dihadiri sebagian besar Pengurus Wilayah PII dari total 28 PW se-Indonesia serta enam Pengurus Wilayah Luar Negeri. Di antaranya hadir PW Jakarta, Kaltim, Jabar, Jateng, Jatim, Jogbes, Sumbar, Sulteng, Lampung, Sulsel, Kalbar, Bali, NTB, Korwil PII Wati Sumsel, Banten, Riau, Kalsel, serta PW Luar Negeri China. Beberapa PW lain tengah dalam perjalanan menuju lokasi muktamar, menunjukkan keseriusan dan komitmen terhadap forum tertinggi organisasi ini.
Di antara PW yang hadir, PW PII Sulawesi Tengah menegaskan kehadirannya sebagai bentuk sikap konsisten terhadap hasil SDPN dan pernyataan sikap kolektif Indonesia timur bahwa muktamar wajib digelar tahun ini. Ketua Umum PW PII Sulteng, Opick Delian Alindra, menyebut keputusan mereka bukan langkah sepihak, melainkan hasil diskusi mendalam dengan keluarga besar PII sulteng, pengurus internal, dan koordinasi bersama PW PII se-Indonesia Timur.
Dalam suasana memanas, Opick menyampaikan dalam siaran pers pada hari Minggu, (30/Nov/2023). Seruannya untuk seluruh kader dan pengurus PII.
“Di tengah situasi sulit menilai siapa benar siapa salah, sikap lapang dada dan keterbukaan harus diutamakan. Jika kehadiran PW yang serius melaksanakan muktamar justru dituduh sabotase, itu sudah tidak wajar. Usia PII sudah tua, dan kita tidak ingin organisasi ini terpecah karena kepentingan semu,” tegasnya.
Opick juga mengingatkan bahwa jabatan Ketua Umum PB PII kini telah menjadi rebutan banyak pihak, sehingga penting bagi seluruh kader untuk tetap menjaga kelurusan niat dalam berjuang.
“Yang paling penting adalah menjaga ruh perjuangan yang tulus dan konsisten. PII kini telah dilirik berbagai pemangku kepentingan. Jangan sampai kita terjebak dalam perebutan jabatan yang mengaburkan tujuan luhur organisasi,” katanya.
Ia menambahkan bahwa PB PII secara kelembagaan memiliki banyak kekurangan dan kesalahan yang harus diakui, sehingga ketika banyak PW menghendaki percepatan regenerasi, sikap terbaik adalah berlapang dada dan membuka diri demi menjaga rekam jejak dan kehormatan organisasi.
Kini, muktamar di Jakarta resmi berlangsung dengan dukungan luas dari PW yang hadir. Meski dinamika organisasi masih bergejolak, harapan akan lahirnya kepemimpinan baru yang lebih kokoh, transparan, dan menyatukan semakin menguat.
Di tengah badai perbedaan, PII kembali diuji apakah ia akan retak oleh tarik-menarik kepentingan, atau justru bangkit dengan semangat persatuan yang mengakar sejak awal berdirinya? Waktu akan menjawab, namun ruh perjuangan yang tulus tetap menjadi kompas utama bagi seluruh kader PII di seluruh penjuru negeri.






