Opini: Gerakan Mengibarkan Bendera Putih di Aceh

Opini: Gerakan Mengibarkan Bendera Putih di Aceh

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp MediaKontras.ID

Oleh: Dr. Al Chaidar Abdurrahman Puteh Dosen Antropologi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh.

Gerakan mengibarkan bendera putih di Aceh pasca banjir dan longsor 2025 adalah panggilan darurat masyarakat yang sudah tidak sanggup bertahan. Profesor Ahmad Humam Hamid dari Universitas Syiah Kuala menegaskan bahwa aksi ini adalah seruan mendesak agar negara dan dunia segera menyelamatkan mereka.

Tiga pekan setelah banjir bandang dan longsor melanda Aceh, ribuan warga masih terisolasi dan berjuang bertahan hidup. Di sepanjang jalur nasional Banda Aceh–Medan, Aceh Timur, hingga Aceh Tamiang, masyarakat menancapkan bendera putih sebagai tanda menyerah oleh keadaan. Menurut laporan Kompas TV (16 Desember 2025), bendera putih berkibar di desa-desa yang terputus aksesnya, menandakan warga membutuhkan bantuan segera.

Tempo.com (15 Desember 2025) mencatat bahwa pemasangan bendera putih di jalan lintas Sumatera adalah simbol masyarakat yang tidak sanggup lagi mengatasi dampak bencana. Bendera itu dipasang di kayu yang ditancapkan di jalan penghubung Aceh Tamiang dengan Kota Langsa, sebagai tanda darurat.

Suara.com (16 Desember 2025) menulis bahwa bendera putih bukan sekadar kain, melainkan sinyal keputusasaan dan pengakuan bahwa warga telah “menyerah oleh keadaan.” Aksi ini adalah seruan minta tolong kepada pemerintah pusat yang dinilai lambat dalam penanganan bencana.

Tirto.id (16 Desember 2025) menegaskan bahwa pengibaran bendera putih adalah isyarat ketidaksanggupan masyarakat dan kekecewaan terhadap pemerintah. Bendera putih, dalam tradisi internasional, adalah simbol menyerah, dan di Aceh ia menjadi tanda bahwa rakyat membutuhkan pertolongan segera.

Panggilan Darurat Menurut Prof. Ahmad Humam Hamid

Dalam diskusi publik, Prof. Ahmad Humam Hamid dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, menyebut gerakan bendera putih sebagai panggilan darurat. Menurutnya, masyarakat Aceh sedang berteriak agar diselamatkan, karena negara tidak hadir secara memadai. Bendera putih menjadi bahasa simbolik yang kuat: rakyat menyerah bukan kepada alam, melainkan kepada negara yang abai.

Aksi bendera putih menunjukkan hilangnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah pusat. Gerakan ini adalah bentuk protes damai, sekaligus cara masyarakat sipil mendesak Presiden Prabowo Subianto menetapkan status bencana nasional. Bendera putih juga menjadi pesan kepada dunia bahwa masyarakat Aceh membutuhkan solidaritas global.

Gerakan mengibarkan bendera putih di Aceh adalah aksi simbolik yang mengguncang hati nurani. Ia bukan sekadar tanda menyerah, melainkan panggilan darurat agar negara segera menyelamatkan rakyatnya. Seperti ditegaskan Prof. Ahmad Humam Hamid, bendera putih adalah jeritan masyarakat yang ditinggalkan dalam bencana. Tragedi ini memperlihatkan bahwa bencana ekologis di Sumatera bukan hanya soal alam, tetapi juga soal kegagalan negara dalam melindungi rakyat.

Topik