Oleh: Aris Munandar
Bendahara Umum HMI Cabang Lhokseumawe–Aceh Utara & Sekretaris Umum ELCC.
Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-97 bukan sekadar ritual tahunan untuk mengenang sejarah, tetapi menjadi momentum penting untuk menegaskan kembali arah gerak generasi muda dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks.
Sembilan puluh tujuh tahun lalu, para pemuda Indonesia dengan keberanian luar biasa menyatukan semangat kebangsaan melalui ikrar Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa. Ikrar tersebut bukan sekadar simbol, melainkan pernyataan moral bahwa persatuan dan kesadaran kolektif adalah fondasi utama perjuangan bangsa. Kini, semangat itu perlahan memudar di tengah derasnya arus modernitas, saat nilai kebersamaan dan idealisme pemuda mulai tergerus oleh pragmatisme dan kepentingan sesaat.
Hari ini, tantangan pemuda bukan lagi penjajahan fisik seperti masa kolonial, melainkan bentuk baru penjajahan yang lebih halus dan mengakar: penjajahan pikiran, moral, dan kesadaran. Di tengah kemajuan teknologi dan arus digitalisasi yang membuka ruang luas bagi kreativitas, kita justru dihadapkan pada krisis nilai dan identitas. Media sosial yang semestinya menjadi sarana berbagi gagasan kerap disalahgunakan untuk menebar kebencian, hoaks, dan fitnah.
Banyak pemuda terjebak dalam budaya instan sibuk membangun citra diri ketimbang membangun karakter dan kontribusi nyata bagi masyarakat. Tantangan terbesar generasi muda hari ini bukan kurangnya informasi, melainkan kehilangan arah dan makna dalam menggunakannya.
Pemuda masa kini hidup di dua dunia: dunia nyata yang menuntut tindakan, dan dunia maya yang memanjakan imajinasi. Akibatnya, banyak di antara mereka kehilangan sensitivitas sosial, empati, dan rasa tanggung jawab terhadap bangsanya sendiri. Padahal, bangsa ini sedang menghadapi berbagai krisis dari kemiskinan struktural, pengangguran, krisis lingkungan, hingga lemahnya moralitas publik yang menuntut kehadiran generasi muda yang berpikir jernih dan bertindak berani.
Dalam situasi seperti ini, pemuda harus tampil sebagai pelaku sejarah, bukan sekadar penonton yang sibuk mengomentari keadaan tanpa keberanian untuk berbuat. Mereka dituntut menjadi agen perubahan yang berpihak pada keadilan dan kemanusiaan. Nilai kejujuran, tanggung jawab, dan solidaritas harus menjadi dasar dalam setiap tindakan.
Pemuda harus berani berdiri di garis depan melawan ketimpangan sosial, praktik korupsi, dan ketidakadilan yang masih mengakar. Mereka perlu membangun ruang kolaborasi yang menghidupkan semangat gotong royong. Pemuda tidak cukup hanya berbicara tentang perubahan; mereka harus mewujudkannya melalui kerja nyata di bidang sosial, lingkungan, ekonomi, dan politik.
Dalam konteks keadilan ekologis, pemuda memiliki peran vital menjaga bumi dan sumber daya alam bangsa di tengah krisis lingkungan yang kian mengancam. Tidak sedikit wilayah Indonesia rusak akibat eksploitasi berlebihan, sementara masyarakat lokal kehilangan ruang hidupnya. Karena itu, pemuda harus hadir memperjuangkan keadilan ekologis, menggerakkan kesadaran hijau, dan menolak segala bentuk perusakan lingkungan atas nama pembangunan.
Menghadapi tantangan tersebut, pemuda perlu bersinergi membangun kekuatan moral baru bagi bangsa. Sumpah Pemuda hari ini bukan hanya tentang menyatukan perbedaan suku dan bahasa, tetapi juga menyatukan kesadaran untuk menjaga bumi dan masa depan bersama.
Selain itu, di tengah derasnya arus informasi dan polarisasi politik, pemuda juga harus menjadi benteng moral bangsa. Mereka harus berani melawan arus disinformasi dan politik kebohongan yang menggerogoti kepercayaan publik terhadap institusi negara. Media sosial semestinya menjadi sarana memperkuat persatuan dan menyebarkan nilai kebenaran.
Literasi digital, kesadaran berpikir kritis, dan kemampuan memilah informasi adalah senjata utama pemuda di era modern. Mereka tidak boleh menjadi korban manipulasi politik, tetapi harus menjadi pengontrol moral yang mampu menilai kebenaran dengan akal sehat dan nurani.
Namun, tanggung jawab besar ini tidak bisa ditanggung pemuda seorang diri. Negara harus hadir membuka ruang partisipasi yang luas bagi generasi muda. Pemerintah tidak boleh meminggirkan aspirasi pemuda dengan alasan birokrasi atau politik kekuasaan.
Pemberdayaan pemuda harus dilakukan secara substansial, bukan seremonial. Ruang kreatif, inovatif, dan produktif perlu dibangun agar pemuda dapat berkontribusi nyata dalam pengambilan keputusan, perencanaan pembangunan, dan pengawasan kebijakan publik. Pemuda bukan objek pembangunan, melainkan subjek yang memiliki daya pikir, daya juang, dan visi masa depan yang segar.
Bangsa ini hanya akan kokoh apabila generasi mudanya berkarakter kuat, berwawasan luas, dan berkomitmen teguh pada nilai-nilai kebangsaan. Pemuda harus kembali pada akar identitasnya sebagai penerus cita-cita kemerdekaan berani berpikir kritis tanpa kehilangan etika, berani menolak ketidakadilan tanpa menjadi anarkis, dan berani berbeda pendapat tanpa memecah belah bangsa.
Tantangan global hari ini menuntut pemuda yang berpikir global namun tetap berjiwa nasionalis, mampu bersaing di dunia internasional tanpa kehilangan kepribadian bangsa.
Di usia ke-97 Sumpah Pemuda ini, kita diingatkan bahwa kemajuan bangsa tidak lahir dari kemapanan, tetapi dari kegelisahan dan keberanian pemuda yang mau bergerak. Sejarah membuktikan, setiap perubahan besar selalu dimulai oleh mereka yang berani bermimpi dan bertindak.
Kini saatnya pemuda Indonesia berdiri tegak di persimpangan zaman, menatap masa depan dengan keyakinan dan tanggung jawab. Mereka harus menjadi pembawa obor peradaban baru yang berakar pada nilai kejujuran, persatuan, dan cinta tanah air.
Sumpah Pemuda bukan sekadar warisan sejarah, tetapi amanat perjuangan yang harus dihidupkan di setiap generasi. Pemuda hari ini harus menghidupkan kembali semangat itu dengan cara yang relevan dengan zaman: berjuang melalui karya, melawan kebohongan dengan kebenaran, membangun solidaritas di atas keberagaman, dan menegakkan keadilan di atas kemanusiaan.
Di tengah dunia yang serba cepat, pemuda Indonesia harus menjadi penentu arah, bukan pengikut arus. Hanya dengan itu, semangat Sumpah Pemuda akan terus hidup bukan sekadar dalam peringatan tahunan, tetapi dalam denyut kehidupan bangsa yang terus bergerak menuju masa depan yang berdaulat, adil, dan beradab.






