Aceh Memanas, Bendera Putih Berkibar sebagai Ultimatum ke Negara

Aceh Memanas, Bendera Putih Berkibar sebagai Ultimatum ke Negara

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp MediaKontras.ID

Bendera Putih Berkibar: Alarm Kegagalan Negara di Aceh

Lhokseumawe, MediaKontras.id | Elemen masyarakat sipil di Kota Lhokseumawe mengibarkan bendera putih di sejumlah ruas jalan ibu kota sebagai bentuk aksi protes sunyi atas lambannya penanganan banjir bandang yang melanda Sumatra, khususnya wilayah Aceh.

Aksi simbolik tersebut menjadi peringatan darurat kemanusiaan, menyusul masih terisolasinya sejumlah wilayah terdampak bencana serta puluhan ribu warga yang terpaksa mengungsi akibat rumah mereka rusak diterjang banjir. Hingga kini, banyak korban dilaporkan masih kekurangan kebutuhan dasar seperti pangan, air bersih, dan layanan kesehatan.

Koordinator aksi, Cut Farah, menegaskan bahwa pengibaran bendera putih bukan merupakan provokasi politik, melainkan simbol kondisi darurat kemanusiaan yang kian memburuk.

“Bendera putih ini adalah tanda darurat kemanusiaan, bukan provokasi politik. Ini bentuk keprihatinan atas lambannya penanganan bencana yang telah merenggut lebih dari seribu korban jiwa serta merusak infrastruktur publik,” ujar Cut Farah.

Ia menilai keengganan pemerintah pusat menetapkan status Bencana Nasional mencerminkan kegagalan membaca skala penderitaan rakyat. Menurutnya, dampak bencana saat ini telah melampaui kapasitas pemerintah daerah dalam menangani tanggap darurat.

“Kami tetap menghargai kinerja pemerintah, termasuk TNI dan Polri. Namun faktanya, kemampuan daerah sudah tidak mencukupi untuk menangani krisis sebesar ini,” katanya.

Aksi ini  digelar di depan Taman Riyadhah, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, pada Jumat (19/12/2025). Para aktivis membentangkan bendera putih sebagai simbol menyerahnya rakyat terhadap kondisi darurat yang berkepanjangan, sekaligus desakan agar negara hadir secara nyata di tengah krisis.

Aktivis perempuan Aceh, Cut Meutia, menyatakan bahwa kondisi para penyintas telah memasuki fase krisis kemanusiaan yang serius, terutama bagi kelompok rentan.

“Korban bencana, khususnya anak-anak, tidak bisa bersekolah. Persoalan gizi semakin serius. Jika ini dibiarkan, Indonesia tidak akan baik-baik saja,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, hingga kini masih banyak warga bertahan di lokasi pengungsian dengan alas terpal dan kondisi yang jauh dari layak.

“Ini sudah masuk titik krisis kemanusiaan. Negara memiliki tanggung jawab utama untuk menyelamatkan nyawa warga negaranya,” tegas Cut Meutia.

Dalam aksi tersebut, para aktivis juga menyerukan agar Presiden Prabowo Subianto segera menetapkan status Bencana Nasional, sehingga bantuan internasional dapat masuk secara resmi dan cepat ke wilayah terdampak.

“Kami berharap dunia internasional memberikan tekanan kepada Kabinet Merah Putih agar bantuan kemanusiaan global dapat segera mengalir ke Aceh,” tambahnya.

Sejumlah aktivis yang tergabung dalam kelompok masyarakat sipil, termasuk aktivis angkatan 1998 dan 1999, turut mengibarkan bendera putih serta bendera One Piece sebagai simbol kekecewaan terhadap negara yang dinilai belum maksimal hadir di tengah penderitaan rakyat.

Para pengunjuk rasa menegaskan bahwa aksi ini akan terus meluas hingga pemerintah pusat berhenti berdalih, menetapkan status Bencana Nasional, dan hadir secara nyata di lapangan bukan sekadar melalui laporan administratif.