Adakan FGD, PEMA UNADA: Untuk Memberikan Pemahaman Mengenai Penguatan dan Reintegrasi Aceh Pasca Konflik

Adakan FGD, PEMA UNADA: Untuk Memberikan Pemahaman Mengenai Penguatan dan Reintegrasi Aceh Pasca Konflik

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp MediaKontras.ID

Mediakontras.id | Banda Aceh Pemerintahan Mahasiswa Universitas Al Washliyah Darussalam (PEMA UNADA), selenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Penguatan Perdamaian dan Reintegrasi Aceh Pasca Konflik.

FGD yang diselenggarakan pada Rabu, 28 Mei 2025 di Aula UNADA ini diikuti oleh 109 orang peserta yang merupakan mahasiswa dari UNADA, UBBG, dan Politeknik Indonesia Venezuela.

Kegiatan ini dibuka oleh Wakil Rektor 3 UNADA, Said Syaifullah, S.Pd., M.Pd. Dan kemudian diisi oleh 3 orang pemateri yaitu Dr. Akmal, dosen ilmu politik Unimal, Boihaqqi, S. Hi, praktisi hukum, dan Ali Hasyimi dari PEMA UNADA.

Kegiatan ini diadakan melihat degradasi pemahaman mengenai kebijakan pusat terhadap Aceh yang membuat masih ada masyarakat Aceh yang menganggap Aceh ini bagian terpisah Dari NKRI. Salah satu isu yang berkembang yaitu penambahan 4 batalyon di Aceh.

Dalam paparannya, Dr. Akmal menyebut, penguatan damai Aceh adalah bagaimana kita mengintegrasikan Aceh kembali dengan cara menghormati NKRI yang sejak 2005 menjadi negara tempat Aceh bernaung.

“Kita jangan ekslusif lagi, harus lebih inklusif.
Sekarang itu sudah tidak ada lagi pemberontakan di Indonesia termasuk di Aceh. Jadi, sekarang kita harus berfikir bagaimana Indonesia menjadi kuat,” ujar Akmal

Menurutnya, Hubungan antara penguatan perdamaian dengan rencana pemerintah yg ingin menambah batalyon di Aceh, kita harusnya tidak terjebak dalam dukung atau tidak mendukung. Tapi kita harus menelaah secara mendalam apa keuntungan dan kerugian untuk Aceh.

“Versi pemerintah, penambahan batalyon ini pada dasarnya untuk pembangunan di Aceh termasuk mendukung ketahanan pangan, meningkatkan SDM masyarakat dengan pertanian sehingga ekonomi rakyat meningkat. Hal ini harus dikaji kebenarannya, ” tambahnya

Ia menekankan, sebagai mahasiswa harus kritis. Tanyakan pada pemerintah terkait batalyon yang akan ditambah. Apa dampaknya untuk masyarakat. Jangan selalu terjebak dalam propaganda tanpa dasar. Mari lebih fokus kepada bagaimana implementasi UUPA dan butir butir MoU Helsinki.

Kemudian, Boihaqqi, S. Hi mengatakan, orang Aceh itu cerdas dan unik begitupula dengan sistem dan politik nya. Mahasiswa harus mampu melihat potensi dan permasalahan yg ada di Aceh.

“Terkait dengan penambahan batalyon, dapat kita lihat potensinya untuk meningkatkan swadaya pangan. Dan masalahnya nanti ketika kepentingan pribadi masuk ke dalam sistem, dan kemudian tidak sejalan dengan keinginan nya, maka itu tidak terjadi,” ucapnya.

Ia menambah, jadi mahasiswa harus bijak, jangan ambil kesimpulan yang kita tidak fahami, jangan mudah terprovokasi. Harus kritis melihat permasalahan dan kemudian diadvokasi melalui pemikiran dan tulisan.

Pemateri terakhir, Ali Hasyimi mengatakan, hari ini masyarakat Aceh resah dengan penambahan 4 batalion karna menjadi ancaman bagi rakyat Aceh dan sebagainya. Di lain sisi, pemerintah juga harus tegas dan lugas untuk menyatakan bagaimana kebijakannya untuk masyarakat sehingga tidak memunculkan bola liar. Disini, partisipasi pemerintah Aceh sangat penting untuk jembatan masyarakat kepada pemerintah pusat.

“Kita sebagai mahasiswa jangan bersikap bodoamat. Kita harus mengkaji betul apa saja kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Analisis analisis harus tepat sesuai dengan kondisi ril Aceh hari ini. Jangan mudah terprovokasi dengan opini opini tanpa dasar,” tegas Ali

Menurutnya, peran mahasiswa itu sebagai agent of control sosial, jangan sampai kita yang dikontrol dengan isu isu tidak jelas yang berkembang di masyarakat.

Tag

error: Content is protected !!